Selasa, 26 Juli 2011

Minggu, 24 Juli 2011

Pembawa Kristus

Matius 21:5
“Lihat, Rajamu datang padamu, Ia lemah lembut dan mengendarai seekor keledai, seekor keledai beban yang muda”

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 14; Matius 14; 2 Raja-Raja 11-12

Seorang pendeta berkhotbah tentang Kristus yang memasuki kota Yerusalem dengan penuh kemenangan. Ia lalu bertanya, “Bagaimana jika seandainya keledai yang dinaiki Yesus berpikir bahwa semua sorak-sorai itu ditujukan untuk dirinya? Bagaimana jika seandainya hewan kecil itu yakin bahwa seruan hosana dan ranting-ranting itu ditujukan untuk menghormati dia?”

Sang pendeta lalu menunjuk kepada dirinya sendiri dan berkata, “Saya adalah seekor keledai. Semakin lama saya berdiri di sini, maka Anda akan semakin menyadarinya. Saya hanyalah seorang pembawa Kristus, bukan pribadi yang menjadi pusat pujian.”

Pada Minggu Palem, sang keledai hanyalah pembawa Kristus, yang membawa Putra Allah ke dalam kota. Di sana Dia akan memberikan nyawa-Nya bagi dosa dunia.

Apabila kita dapat mengembangkan “mentalitas keledai” yang sehat, maka kita akan memiliki aset yang luar biasa untuk menjalani hidup ini. Dengan mental seperti itu, kita tidak akan memikirkan hal yang dipikirkan orang lain tentang diri kita, tetapi kita justru akan bertanya, “Dapatkah mereka melihat Kristus Yesus, Sang Raja?” Kita tidak akan mengharapkan pujian atas pelayanan yang kita lakukan. Namun, sebaliknya kita akan puas bila dapat meninggikan Tuhan.

Hidup seorang Kristen bagaikan sebuah jendela yang melalui dirinya orang lain dapat melihat Yesus.

Percaya Pada Tuntunan Tuhan

Mazmur 107:30
“Dituntun-Nya mereka ke pelabuhan kesukaan mereka”

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 17; Matius 17; Amos 1-2

Mazmur 107 menceritakan tentang “orang-orang yang mengarungi laut dengan kapal-kapal” (ayat 23). Sepanjang perjalanan mereka di laut, mereka melihat Allah sebagai Pribadi yang berada di balik badai yang bergelora dan Pribadi yag menenangkan badai tersebut. Di dunia kapal layar, ada dua ketakutan besar, yaitu angin ribut yang menakutkan dan tidak ada angin sama sekali.

Di dalam puisi yang berjudul ‘The Rime of the Ancient Mariner’, penyair Inggris, Samuel Taylor Celeridge (1772-1834) menggambarkan badai dan kesunyian di laut. Dua kalimat dari puisi tersebut telah sangat terkenal. “Air, air di mana-mana. Dan tak setetes pun dapat menghapus dahaga.”

Pada posisi garis lintang tertentu, angin benar-benar berhenti bertiup sehingga kapal layar tidak bergerak. Kapten dan awak kapal “terjebak” tanpa bantuan. Akhirnya, tanpa adanya angin yang bertiup, persediaan air mereka pun habis.

Kadang kala kehidupan menuntun kita untuk bertahan di dalam badai. Namun pada kesempatan yang lain, kita juga diuji di dalam kejemuan. Kita mungkin merasa terjebak. Sesuatu yang sangat kita idam-idamkan, sama sekali tidak dapat kita raih. Akan tetapi, sekalipun kita berada di dalam keadaan krisis atau berada di sebuah tempat di mana “angin” rohani telah diambil dari pelayaran kita, sangatlah penting bagi kita untuk mempercayai tuntunan Allah. Tuhan yang bertakhta atas situasi yang berubah-ubah, pada akhirnya akan menuntun kita menuju pelabuhan kesukaan kita (Mazmur 107:30).

Allah menentukan perhentian sekaligus perjalanan kita.

Di Balik Kebisingan

Filipi 2:5
“Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus”

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 18; Matius 18; Amos 3-5

Sebagai orang Kristen sudah seharusnya kita tidak berpikir seperti dunia ini. Dunia dengan segala iklan, percakapan, dan filosofinya mengandung unsur-unsur pencucian otak besar-besaran. Orang-orang Kristen kadang kala tidak sadar bahwa mereka diserang dari berbagai arah propaganda duniawi, yang mendorong kita untuk hidup bagi diri sendiri dan menempatkan materi serta kesenangan pribadi melebihi Allah. Sistem limbah dunia membawa ancaman kontaminasi pada aliran pikiran orang Kristen.

Namun, di balik kebisingan kita dapat mendengar bunyi firman Tuhan: “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna” (Roma 12:2).

Hitunglah waktu yang Anda luangkan bila nanti membaca Alkitab dan berdoa. Bandingkan dengan jumlah waktu menonton televisi atau bermain internet. Apakah Allah memperoleh bagian dalam waktu dan perhatian Anda? Apakah dunia ini yang membentuk pikiran Anda ataukah Kristus?

Sekuat apapun dunia mencoba meracuni pikiran Anda, itu tidak akan berhasil jika Anda terus mendekat kepada Allah.

Sumber: Hope for Each Day; Billy Graham; Penerbit Metanoia

Tergesa Membawa Celaka

Amsal 16:32
“Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan”

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 19; Matius 19; Amos 6-7

Alkisah pada masa dinasti Song ada seorang petani yang tidak pernah sabar. Ia merasa padi di sawahnya tumbuh sangat lambat. Akhirnya ia berpikir, “Jika saya menarik-narik padi itu ke atas, bukankah saya membantunya bertumbuh lebih cepat?” Lalu ia menarik-narik semua padinya. Sampai di rumah, dengan bangga ia bercerita kepada istrinya bahwa ia baru saja membantu padinya bertumbuh lebih cepat.

Keesokkan harinya ia pergi ke sawah dengan bersemangat, tetapi betapa kecewanya ia ketika melihat bahwa semua padi yang kemarin ditariknya ke atas sudah mati. Karena tidak sabar, “usahanya untuk membantu” malah membuatnya rugi besar.

Demikian pula dengan Saul, raja Israel. Sebelum Saul berperang ke Gilead melawan bangsa Filistin, Samuel sudah berpesan bahwa ia akan datang kepada Saul untuk mempersembahkan korban. Samuel meminta Saul menunggu ia datang untuk memberi instruksi (I Samuel 13:8). Namun, Saul tidak mengindahkan perintah Samuel maupun hukum Tuhan. Ia tidak sabar menunggu Samuel. Ia lebih takut ditinggalkan rakyatnya dari pada takut pada Tuhan. Ketidaksabarannya membawa dampak yang fatal, Tuhan menolaknya sebagai raja (ayat 14).

Dalam hidup ini, kita juga kerap tidak sabar menunggu waktu Tuhan. Ketika pertolongan Tuhan rasanya tak kunjung tiba, jangan tergesa mengambil jalan. Bukannya menyelesaikan masalah, malah sering kali mendatangkan masalah baru yang justru lebih besar! Akar ketidaksabaran adalah tidak percaya. Jika kita sungguh-sungguh percaya Allah mampu menolong, kita akan menanti Dia dengan sabar.

Dalam hidup orang yang sabar selalu ada banyak kesempatan untuk Allah bekerja.

Biru

Bilangan 15:38
“Katakanlah kepada mereka, bahwa mereka harus membuat jumbai-jumbai pada punca baju mereka, turun temurun, dan dalam jumbai-jumbai punca itu haruslah dibubuh benang ungu kebiru-biruan”

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 21; Matius 21; 2 Tawarikh 23-24

Pada zaman dahulu, Allah selalu berbicara kepada bangsa Israel melalui perantaraan Nabi-nabi. Dia tidak pernah langsung mengatakan apa yang Dia inginkan kepada umat pilihan-Nya tersebut. Suatu kali Allah memberikan perintah kepada Musa untuk diteruskan kepada bangsa Israel. Dia menyuruh agar rombongan yang keluar dari Mesir itu membuat jumbai-jumbai pada punca baju mereka yang di dalamnya dibubuh benang ungu kebiru-biruan (Bilangan 15:38).

Jumbai-jumbai tersebut adalah pengingat bagi bangsa Israel agar tetap setia melakukan segala perintah-Nya dan menjadi kudus bagi-Nya (ayat 40). Benang biru, seperti warna langit, berbicara tentang kuasa dan anugerah keselamatan dari Allah yang tak terukur.

Hari ini kita masih perlu diingatkan. Di dalam segala kesibukan hidup, kita dapat dengan mudah melupakan Allah dan kasih-Nya bagi kita. Ada hal-hal yang dapat membantu mengingatkan kita akan kehadiran-Nya. Salah satunya adalah warna biru.

“Langkah pertama adalah mengingat,” kata Aslan di dalam buku C.S Lewis ‘The Silver Chair’. Aslan, sebagai figur Kristus, berpesan kepada Jill untuk “mengingat tanda-tanda” yang telah ia berikan kepadanya. Jika Anda mengerti tanda-tanda Allah, seperti nilai penting dari warna biru, Anda akan lebih mudah mengingat kasih-Nya. Danau di tengah pegunungan, sungai yang mengalir dari atas gunung, lautan langit yang biru, semuanya mengingatkan kita akan surga dan kasih Allah yang tak terukur.

Mulai sekarang, cobalah ketika melihat warna-warna biru tersebut, ingatlah akan kasih Allah, khususnya kasih-Nya yang Dia tunjukkan kepada Anda.

Berkat sehari-hari mengingatkan kita akan Allah setiap hari.

Tidak Melihat Sebagai Kegagalan

Amsal 24:16
“Sebab tujuh kali orang benar jatuh, namun ia bangun kembali”

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 20; Matius 20; Amos 8-9

Penyelenggaraan Piala Dunia 2010 telah berakhir dan kita pun sudah mengetahui negara manakah yang membawa pulang trofi ajang empat tahunan ini. Walaupun begitu, banyak hal yang ternyata bisa dipetik dari ajang sepakbola sejagat ini. Salah satunya mengenai tidak lolosnya tim tuan rumah, Afrika Selatan ke putaran perdelapan final (16 besar).

Tim berjuluk Bafana Bafana ini sempat diunggulkan sejumlah pihak akan lolos dari putaran pertama karena posisinya sebagai negara penyelenggara PD 2010. Menurut kebiasaan, negara yang menjadi tuan rumah akan selalu lolos ke putaran kedua. Akan tetapi, hal ini ternyata tidak berlaku bagi timnas Afsel. Kalah dalam selisih gol dengan Meksiko membuat impian Mokoena dkk mengangkat trofi piala dunia hilang sudah.

Walaupun tak melaju ke perdelapan final, pelatih timnas Afsel Carlos Alberto Parreira memiliki pandangan yang berbeda mengenai apa yang terjadi dengan timnya. "Kami kecewa karena tidak lolos, tapi saya tidak melihatnya sebagai sebuah kegagalan," ujar Parreira.

Timnas Afsel memang tidak bisa maju ke putaran selanjutnya, namun di hadapan para pendukungnya, skuad Carlos Alberto Parreira menorehkan tinta manis yakni mengalahkan juara Piala Dunia 1998 dan juara Eropa 2000, Prancis, pada laga terakhir grup A dengan skor 2-1.

Dalam hidup ini kita memiliki banyak target pribadi. Setiap target yang telah kita buat, kita mau itu terjadi dalam kehidupan kita. Bahkan dengan keyakinan ‘saya sudah mendoakannya kepada Tuhan’, kita begitu percaya diri bahwa target kita tersebut akan terealisasi pada waktu yang sudah kita doakan. Akan tetapi, dalam kenyataannya hal ini kerap tak berjalan dengan semestinya.

Apa yang kita pikirkan akan berhasil atau tercapai ternyata dalam realisasinya tidaklah demikian. Kita mungkin di awal tahun membuat target agar di pertengahan tahun memiliki atau mendapatkan sesuatu. Tetapi, sampai waktu yang direncanakan, hal tersebut tidak terjadi. Rasa kecewa pasti ada ketika apa yang kita targetkan meleset. Namun, janganlah itu dilihat sebagai sebuah kegagalan.

Satu kekalahan atau tidak tercapainya target-target tertentu bukan berarti kita gagal. Justru ini adalah kesempatan terbaik untuk mengintrospeksi diri dan belajar bersyukur atas segala kebaikan yang sudah kita terima dari Tuhan.

Orang berhasil bukanlah orang yang targetnya tidak pernah meleset, tetapi orang yang tak pernah putus asa sekalipun apa yang ditargetkan meleset dari yang direncanakan.

Hidup Tenang dan Tenteram

I Timotius 2:2
“Kita dapat hidup tenang dan tenteram dalam segala kesalehan dan kehormatan”

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 22; Matius 22; 2 Tawarikh 25-26

Sebagai seorang Kristiani, kita tidak boleh mengisolasi diri dari dunia tempat kita hidup. Kita adalah bagian dari masyarakat, dan kita pun ikut terlibat dalam kesulitan, masalah, dan pengharapan yang dialaminya.

Alkitab banyak berbicara tentang tanggung jawab sosial kita. Nabi-nabi Perjanjian Lama menegur mereka yang mengabaikan orang miskin dan memanfaatkan orang lemah. Kehidupan manusia dipengaruhi oleh dosa, dan setiap upaya untuk memajukan masyarakat akan selalu tidak sempurna. Kita tidak akan pernah membangun masyarakat yang sempurna di muka bumi.

Kita harus mengurangi penderitaan, dan menyingkirkan akar masalah ketidakadilan, prasangka ras, kelaparan, dan kekerasan. Kita bekerja demi hidup yang tenang dan tentram serta harkat manusia bagi sesama. Mengapa? Karena Allah mengasihi dunia yang menderita ini. Yesus melihat kerumunan orang dan “tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan” (Matius 9:36).

Kristus peduli dengan pribadi manusia secara keseluruhan - termasuk lingkungan masyarakat tempat manusia itu hidup. Apakah kita juga memiliki kepeduliaan-Nya?

Keberadaan anak-anak Tuhan di muka bumi ini adalah untuk menjadi jawaban atas segala permasalahan yang ada di sekitarnya.

Sumber: Hope for Each Day; Billy Graham; Penerbit Metanoia

Sabtu, 23 Juli 2011

Esther Dapat Kemampuan Meramal Dari Roh Gaib

Membakar kemenyan dan melakukan ritual-ritual untuk memohon keselamatan sudah menjadi tradisi dalam keluarga Esther, bahkan bisa dikatakan sudah merupakan tradisi turun temurun sejak nenek moyang. Hal ini membuatnya akrab dengan suatu hal yang tidak lazim bagi anak-anak seumurnya, yaitu berteman dengan roh halus.
Hal ini diperparah oleh hubungannya yang tidak harmonis dengan sang ayah, Esther semakin menjauhkan diri dari keluarganya. Dapur adalah tempat favoritnya untuk menyendiri, disanalah ia menemui teman setianya.
“Kenapa mesti dapur? Karena disanalah saya merasa tenang. Jadi apa yang saya rasakan bisa saya cerita. Pertama hanya cerita-cerita, terus tiba-tiba ada yang balik ngomong sama saya. Saya ngga tahu suara dari mana, tapi saya tenang. Jadi kenapa saya tidak butuh seorang teman, karena apa yang saya dapat dari dia lebih dari yang saya dapat dari seorang teman.”
Bertahun-tahun Esther berteman dengan roh gaib itu, hingga suatu hari ia dan teman-temannya mengunjui seorang para normal.
“Kita dateng ke satu orang pinter, pertama sih kita cuma ngobrol-ngobrol, iseng-iseng, biasa anak-anak. Dia bukain kartunya, pas bagian saya, terus dia bilang begini: Kamu tidak perlu datang ke sini lagi karena kamu akan menggantikan posisi saya walaupun kartu hanya seperti ini.”
Saat ia pulang, suara itu menawarkan sesuatu yang membuat Esther harus membuat langkah berani.
“Dia tanya begini: Kamu mau lihat saya apa enggak? Karena setelah sekian lama kita kenal, kamu kok ngga mau lihat saya. Saya jawab saya mau. Dia bilang jika saya mau melihat dia, saya harus ijin dulu kepada orangtua saya.”
Esther dengan semangat mendatangi mamanya, akhirnya ia membuka rahasia yang selama ini ia simpan. Diceritakannya pada sang mama, bahwa sejak kecil ia sering mendengar dari roh halus. Kali ini roh itu mau menampakkan diri kepadanya, namun ia harus mendapat ijin dari orangtuanya.
“Ngga, kamu ngga boleh,” demikian tolak sang mama.
Sedih dan marah, itulah yang dirasakan Esther. Apa lagi sejak itu, suara itu seperti menghilang begitu saja.
“Saya merasa kalau saya ngga punya teman lagi,” ungkap Esther, “yang selama ini mendengar curhat saya cuma dia. Sejak itu, saya mulai kurang komunikasinya ( dengan roh halus itu).”
Memang roh tersebut seperti mulai jarang menemui Esther, namun ada sesuatu yang berbeda dialami Esther. Terkadang, saat sedang berkumpul dengan keluarga Esther yang sedang tertawa senang tiba-tiba seperti sesak nafas dan badannya terbungkuk-bungkuk seperti seorang nenek-nenek. Di sisi lain, Esther mulai memiliki kemampuan baru, yaitu meramal.
“Waktu itu, kami cuma main-main biasa. Tapi semua yang saya ucapin kok kejadian.”
Hari itu ia sadar bahwa apa yang diramalkan oleh orang pintar waktu itu benar. Menyadari kemampuannya itu dari roh halus yang menjadi temannya, Esther menjadi semakin rajin melakukan ritual. Namun kemampuan barunya itu merubah pribadi Esther.
“Saya menjadi cepat emosi, cepat marah. Apa yang saya omongin, orang itu harus nurut. Saat itu, apa yang saya mau bisa saya dapatkan, tapi saya ngga bisa merasakan damai dan sukacita.”
Hingga tiba di tahun 2003, suatu hari mamanya bertemu dengan seorang saudaranya. Ia menceritakan sesuatu yang tidak biasa. Saudaranya itu menceritakan tentang seorang pribadi bernama Yesus Kristus, dan dia pergi ke sebuah ibadah dimana ia merasakan hadirat Tuhan.
“Mama penasaran deh, hadirat Tuhan itu apa ya pa?”
“Tuhan Yesus?” demikian tanya Esther dalam hati, “Mama sama papa udah umur segini baru tanya siapa itu Tuhan Yesus? Sementara mama dan papa selama ini ngajarin saya tradisi-tradisi yang berlawanan dengan ajaran Tuhan Yesus. Saya merasa agak aneh, dan saya ingin menunjukkan kalau tidak ada Tuhan Yesus.”
Mereka sekeluarga pun memutuskan untuk bertemu dengan hamba Tuhan yang diceritakan oleh saudara mamanya itu. Disana hamba Tuhan itu membongkar dosa sang papa, pada hal mereka baru bertemu. Hamba Tuhan itu bahkan tahu bahwa Esther masih menjalin hubungan dengan roh-roh halus.
“Kalau kaya gitu doang sih aku juga bisa,” demikian ujar Esther ketus.
“Kalau begitu kita lihat besok, roh-roh yang ada pada kamu atau Tuhan Yesus yang lebih berkuasa,” demikian tantang hamba Tuhan itu.
Esther pun menerima tantangan tersebut, ia ingin membuktikan bahwa roh-roh yang selama ini menjadi temannya lebih nyata dari Tuhan Yesus. Harinya pun tiba, Esther hadir dalam ibadah tempat hamba Tuhan itu melayani.
“Dia berdoa, saya juga berdoa,” tutur Esther.
Namun sesuatu yang tidak pernah Esther bayangkan terjadi. Saat ia didoakan, ia seperti tidak berdaya. Ia pun meminta tolong pada roh yang selama ini membantunya, namun roh itu tidak juga menolongnya.
“Tiba-tiba ada suara, dia bilang seperti ini: Udahlah, sekarang kamu ikut saya aja. Kamu lepasin hidup kamu! Disitu saya mikir, maksudnya saya ngelepasin hidup saya dengan cara seperti apa? Terus saya bilang begini: Kalau memangnya Tuhan Yesus lebih hebat dari kamu, saya mau ikut Yesus saja kalau gitu.”
Keputusan itu mengubah hidup Esther selamanya. Ia akhirnya dilepaskan dari cengkeraman kuasa roh-roh jahat itu.
“Hamba Tuhan itu kemudian datang, dan bilang: sekarang kamu tenangin diri saja. Sekarang hati kamu sudah bersih, semua roh yang bukan dari Tuhan sudah dibersihin semua. Tuhan mau kasih roh yang baru sama kamu. Roh yang dari Tuhan Yesus, ini Roh yang akan memberikan kamu damai sejahtera. Keselamatan itu sekarang ada disini.”
Esther menerima sebuah Alkitab dari hamba Tuhan tersebut. Setibanya di rumah, ia kembali ingin menyakinkan dirinya bahwa Yesus itu benar-benar pribadi Tuhan yang hidup.
“Sesudah sampai di rumah, saya mau berdoa sama Tuhan Yesus. Saya bilang: Tuhan Yesus, Engkau Tuhan yang hidup kata orang-orang. Saya juga mau tahu kalau emangnya Tuhan itu ada, tolong pimpin saya, saya mau buka (Alkitab), Tuhan mau ngomong apa sama saya, karena saya ngga bisa dengar. Entah bagaimana, selesai berdoa tangan saya membuka Alkitab, waktu itu letak (ayatnya) disebelah kiri atas, tiba-tiba tulisan itu muncul lebih tebal dari tulisan yang lain. Ditulisnya: Tuhan mengampuni wanita peramal, dukun-dukun dan hal-hal yang berhubungan dengan roh jahat. Tuhan mau mengampuni dan mengasihi mereka. Buat saya hal itu memberikan ketenangan dan kedamaian. Tuhan ternyata Engkau mengampuni saya.”
Namun tidak semudah itu roh halus yang selama ini menemani Esther melepaskannya, suara itu datang kembali.
“Tiba-tiba ada suara bilang begini: Tuhan mana yang kamu sembah?! Saya bilang Tuhan Yesus. Tuhan mana yang kamu sembah! Tiga kali suara itu semakin lama semakin kencang. Dan suara itu adalah suara yang selama ini saya dengar, lalu saya berkata: Saya percaya Yesus. Lalu suara itu hilang. Di hati ini tiba-tiba muncul suara yang berkata: Aku mengasihi engkau. Itu amazing banget deh! Sesuatu yang ngga pernah saya dengar, bahkan dari orangtua saya jarang saya mendengar kata-kata itu. Suara itu membuat saya tenang, membuat saya damai. Beda dengan suara yang sebelumnya saya dengar, begitu keras, begitu emosi, ada rasa arogan yang egois dari kata-katanya. Tapi ini suaranya lembut, dan tenang. Disitu saya merasa aneh, apa ini suara Tuhan? Disitu saya merasa damai dan sukacita. Itu pertama kalinya saya dengar suara Tuhan.”
Perjumpaan Esther dengan Tuhan bukan hanya merubah hidupnya, namun juga merubah seluruh keluarganya. Kini seluruh keluarganya telah mengenal Yesus sebagai Tuhan dan juru selamat.
“Setelah mengenal Yesus saya merasa damai. Saya sama papa sudah tidak ribut lagi. Kalau dulu saya bantu orang dari apa yang saya dengar (dari roh halus), sekarang saya bisa kasih solusi sesuai dengan apa yang Tuhan mau. Bagi saya Yesus adalah penolong dalam kehidupan saya. Yesus yang sudah selamatkan saya, Dia tujuan hidup saya,” demikian Esther menutup kesaksiannya.
Tradisi keluarga tanpa sadar bisa membuka celah untuk roh jahat masuk dalam kehidupan keluarga, untuk itu penting sekali orangtua mencermati tradisi dan apa yang diajarkan kepada anak-anaknya. Hal yang lebih penting lagi, adalah membawa anak-anak mengenal Yesus sebagai Tuhan sejak dini, sehingga mereka bisa bertumbuh menjadi pribadi yang takut akan Tuhan dan hidup dalam rencana-Nya. (Kisah ini ditayangkan 27 Juni 2011 dalam acara Solusi Life di O’Channel).

Terjebak Dalam Dunia Seks Setelah Dilecehkan Pembantu

Chatting porno dipilihnya untuk memenuhi hasrat seksnya daripada berhubungan intim dengan istri tercintanya.
“Kelas 4 SD saya pernah dilecehkan oleh pembantu. Tangan saya dipegang olehnya dan disuruh dimasukkan ke dalam bajunya. Saya merasakan kenikmatan pada saat itu. Hal itu dilakukan berulang-ulang dan bukannya saya takut, terkadang malah saya yang minta. Sampai akhirnya saya melakukan seks pertama kali dengan wanita penghibur. Di hari saya melakukan itu, malamnya saya tidak bisa tidur. Dan keesokan harinya saya pergi lagi untuk melakukan hal itu. Saya benar-benar terikat dengan seks,” ujar Surya mengawali kesaksiannya.
Surya yang pada awalnya merasa bersalah atas tindakannya itu menjadi kebal dan tidak lagi merasa bersalah. Dia merasa semua hal yang dilakukannya adalah suatu hal yang wajar dilakukan laki-laki. Surita Jap, istri Surya, sempat merasa jijik setiap kali berhubungan dengan suaminya karena tahu suaminya melakukan hal yang sama dengan wanita lain. Ia takut terkena penyakit tapi ia tidak memiliki pilihan lain selain tetap melayani suaminya. Setiap kali Surita menolak, Surya akan marah besar.
Sikap egois Surya semakin membuat rumah tangganya seperti neraka. Setiap hari pertengkaran demi pertengkaran seakan tidak pernah terlewatkan. Kata-kata cerai seringkali terlontar dari mulut Surya dan hal itu sangat melukai hati Surita. Betapa Surita merasa Surya sungguh tidak menghargai dirinya dengan melontarkan kata cerai segampang itu dari mulutnya. Namun Surita selalu memikirkan nasib anaknya. Surita bertekad akan tetap mempertahankan pernikahannya apapun yang terjadi.
“Saya yakin Tuhan tidak mungkin tidak menolong keuarga saya jika saya memiliki pengharapan kepada-Nya,” ungkap Surita.
Namun apa yang dirasakan Surita berbanding terbalik dengan apa yang dirasakan Surya.
“Ketika saya melihat dia menangis, ketika saya kesal kepadanya, ada satu kepuasan tersendiri di dalam hati saya karena telah menyakiti dia,” ungkap Surya.
Suatu hari mereka mencoba peruntungan untuk hidup di negara lain dan berharap bahwa rumah tangga mereka akan semakin membaik. Namun semua itu hanyalah impian belaka.
“Hubungan saya dengan istri semakin memburuk karena waktu kami berhubungan intim, saya merasakan ia bersikap dingin kepada saya. Pada akhirnya saya merasa bahwa istri saya hanya melakukan ini sebatas kewajiban tanpa adanya keinginan dari dirinya sendiri,” ungkap Surya.
“Kata-kata cacian dan makian yang dilontarkan suami saya selalu terngiang-ngiang di pikiran saya. Sehingga saat kami berhubungan intim, saya benar-benar tidak dapat merasakan apa-apa sebagaimana seorang istri melayani seorang suami,” ungkat Surita.
Tak puas dilayani istrinya, Surya mencari alternatif lain untuk memuaskan hasrat seksnya. Ia mulai melakukan chatting porno. Surita tidak mengerti dengan aktivitas yang dilakukan Surya. Yang ia tahu bahwa suaminya berkenalan dengan wanita lain, Hal ini sunnguh membuat Surita merasa tertekan namun ia selalu berusaha tegar di depan Surya.
Sekalipun sering diperlakukan tidak baik, sebagai seorang istri Surita tetap menyayangi Surya. Beberapa tahun kemudian mereka kembali ke Indonesia. Saat itu Surya harus menghadapi tantangan yang lebih berat lagi. Ia idak mendapatkan pekerjaan meskipun sudah mencoba melamar ke sana-sini. Surya sudah benar-benar merasa putus asa, tidak tahu harus mencari bantuan kemana lagi. Surya pun kembali berkumpul dengan teman-teman lamanya ke tempat prostitusi tanpa sepengetahuan Surita.
Sempat terpikir oleh Surya untuk mati. Ia berpikir mungkin dengan cara itulah semua beban hidup itu bisa lepas dari dirinya. Tapi untuk segala dosa perzinahan yang dilakukannya, Surya tetap dapat menikmatinya meskipun di tengah himpitan hidup yang dihadapinya.
Di tengah keterpurukan Surya, istrinya memberikan semangat kepada Surya dengan mengajaknya bergabung ke sebuah komunitas rohani.
“Pada waktu mereka menaikkan nyanyian, saya merasakan damai sejahtera, sukacita, dan segala beban saya diangkat. Selama ini saya merasa sedang berada di titik terendah hidup saya, bamun saat itu saya benar-benar merasa sebagai seorang yang sudah melakukan dosa perzinahan seperti ini, saya yang memperlakukan istri saya dengan buruk namun Tuhan masih mau menjamah saya. Betapa Tuhan masih mau mengasihi saya padahal sesungguhnya saya benar-benar tidak layak untuk menerima kasih Tuhan,” ujar Surya.
Surya benar-benar merasakan jamahan tangan Tuhan. Surita menyambut gembira reformasi yang dialami suaminya. Surita yang selama ini merasa segala doanya tidak dijawab Tuhan baru menyadari bahwa sebenarnya selama ini Tuhan mendengarkan segala doa yang dipanjatkannya. Hanya saja waktu yang diinginkannya berbeda dengan waktu Tuhan.
Mukjizat terjadi dalam hidup Surya. Setelah pulang dari komunitas rohani itu, ia pun lepas dari dosa perzinahannya. Surya pun akhirnya meminta maaf kepada isri dan ayahnya atas perbuatan yang selama ini ia lakukan. Sebuah kehidupan baru pun dimulai dalam keluarga Surya.
“ketika dia mengutarakan permintaan maaf kepada saya, damai sejahtera it turun bagi keluarga kami. Selama ini suami saya tidak pernah mengucapkan kata maaf. Perbedaan suami saya yang dulu dan sekarang, saat ini dia sudah bisa mengontrol emosinya,” ujar Surita.
“Kalau dulu saya menganggap seks itu sebagai suatu kebutuhan yang harus dikejar. Hal itu semata-mata hanya untuk memuaskan saya. Saya tidak dapat hidup tanpa seks. Tapi saat ini saya merasa seks itu adalah sesuatu yang indah, sesuatu yang harus dilakukan untuk mengutarakan kasih kita kepada istri,” ujar Surya.
“Keluarga yang kami miliki sekarang, Tuhan sudah pulihkan seutuhnya. Hubungan anatara suami, isri dan anak-anak sunguh-sungguh dipulihkan Tuhan. Saya sungguh sangat bersyukur kepada Tuhan. Tuhan itu begitu baik untuk keluarga kami,” ujar Surita sambil tersenyum bahagia terpancar di wajahnya.
“Kasih Yesus membuat saya yakin bahwa saya tidak akan kembali lagi kepada kehidupan masa lalu saya yang buruk. Karena saya sudah melakukan berbagai macam cara untuk keluar dari dosa-dosa itu tetapi tidak bisa. Hanya kasih Yesuslah yang mampu mengubahkan saya sedemikian rupa,” ujar Surya menutup kesaksiannya. (Kisah ini ditayangkan 22 Juni 2011 dalam acara Solusi Life di O’Channel).

Gila Judi, Pengen Cepat Kaya

Yang dikerjakannya setiap hari hanyalah makan, minum dan mabuk sehingga keluarganya memandang rendah dia. Itulah kehidupan Yohanes Handri, hingga suatu hari ia tidak bisa terima lagi penghinaan dari keluarganya dan ingin membuktikan bahwa dirinya sekalipun “nakal” juga bisa sukses.
“Siapa bilang kalau orang yang nakal itu ngga bisa berhasil,” demikian ujar Handri.
Sayangnya, jalan kesuksesan yang dipilih Handri adalah jalan pintas. Dukun dan berjudi adalah caranya mencari kekayaan. Memang dalam waktu singkat ia berhasil mendapatkan uang yang banyak, namun tidak ada seorangpun yang tahu dari mana asal kekayaannya.
Ketika ia menemukan wanita yang ia cintai, ia berhenti berjudi dan menikahi wanita tersebut. Namun itu tidak berlangsung lama. Dua tahun setelah pernikahannya, ia kembali berjudi, bahkan kali ini ia melakukan terang-terangan di depan istrinya.
“Susah ya menghilangkan kebiasaan itu,” ujar Handri, “Saya ngomong sama istri saya kalau saya mau cari uang lebih dan uang paling gampang itu dari perjudian. Saya mau buktikan kalau saya bisa kaya karena judi.”
Itulah obsesi Handri, ingin menjadi kaya karena judi. Namun pada kenyataannya, jalan yang harus ditempuhnya tidak semulus harapannya. Kekalahan demi kekalahan harus ia terima. Namun kekalahan tidak membuatnya jera.
Handri mengeluarkan jurus pamungkasnya, ia kembali ke dukun. Tapi kali ini ia tidak sendiri, ia juga menyeret istrinya masuk dalam dunia kelam tersebut. Sekalipun tidak suka, istri Handri akhirnya mengikuti kemauan suaminya.
“Ngapain kita kesini?” demikian tanya istrinya yang merasakan tidak damai sejahtera di tempat dukun itu. Namun Handri lebih tertarik dengan perkataan sang Dukun.
“Waduh, istri kamu bawa rejeki. Mukanya kaya bulan. Kalau kamu mau menang, istri kamu harus dibawa kemana-mana.”
Seperti kerbau di cucuk hidungnya, Handri mengikuti perkataan dukun itu. Kini istrinya dipaksa ikut ke tempat perjudian. Ia tidak peduli sekalipun harus membohongi sang ibu mertua ketika menitipkan kedua anaknya.
“Pas kebetulan saya bawa istri, pas menang. Hal itu membuat saya yakin sekali kalau dia itu bawa rejeki. Jadi kemana-mana saya bawa dia mulai saat itu.”
Dalam waktu singkat, Handri berhasil mengumpulkan kekayaan seperti tekad yang pernah ia buat. Namun dibalik keberhasilannya itu, kehidupan rumah tangganya tidaklah harmonis. Ia sering kali bertengkar dengan istri karena banyak hal, mulai dari masalah anak-anak yang diperlakukan kasar oleh Handri hingga masalah istrinya yang sudah tidak mau lagi di ajak ke tempat berjudi.
Judi adalah tempat pelarian  bagi Handri, ia sudah tidak peduli lagi dengan kondisi keluarganya. Apa lagi ketika ia kembali mengalami kekalahan demi kekalahan. Satu persatu hartanya ia jual untuk menutupi hutang-hutangnya.
“Bukannya kesuksesan yang saya raih tapi kehancuran dalam rumah tangga saya,” demikian pengakuan Handri.
Harta terakhir yang tertinggal adalah rumah, Handri pun tak segan menjualnya. Ia beralasan akan menggunakan uang penjualan rumah itu untuk modal usaha, nyatanya ia gunakan untuk modal berjudi.
“Pertama sejuta, lalu naik lagi ke dua juta. Dua naik ke empat, empat naik ke delapan, delapan naik ke enam belas. Terus berlipat-lipat, terakhir saya kesal saya pasang dua puluh lima juta. Tetap ngga dapat.”
Uang penjualan rumah pun habis tanpa sisa, ia memberanikan diri memberitahu istrinya. Tak pelak ia harus menerima omelan dari sang istri yang kesal. Tidak ada uang, bahkan untuk belanja makanan, terpaksa akhirnya ia beserta istri dan anak-anaknya makan dirumah mertuanya.
“Saya juga frustrasi sih, kehidupan yang seperti ini membuat saya frustrasi karena saya tidak bisa jadi kepala keluarga yang baik. Saat itu saya sangat malu sekali dengan mertua saya.”
Sembilan tahun Handri menjalani pernikahannya, namun ia tidak juga berubah. Istrinya yang dengan tekun berdoa sudah hampir putus harapan untuk melihat perubahan dalam hidup Handri. Tapi tidak dengan Tuhan.
“Saya menyervis tv di suatu ruangan, saat itu saya tidak merasa senang. Pikiran saya ngga karuan. Tiba-tiba saya mendengar suara yang berkata seperti ini: Akulah damai sejahtera, ikutlah Aku. Suara itu terngiang-ngiang di telinga saya.”
Suara itu tidak hanya sekali mendatangi Handri, suara itu terus mengusi hati nuraninya.
“Besok harinya, hari ketiga, suara itu datang lagi. Baru saya datang pada istri saya, dan saya bilang: Ayo ke gereja..! Istri saya bilang, ‘Ah kamu, orang seperti gini mau ke gereja.’ Benar saya mau ke gereja, sungguh-sungguh saya mau cari Tuhan. Saya sudah ngga karuan, saya bilang. Saya paksain istri saya untuk datang ke gereja.”
Akhirnya Handri dan istrinya datang ke gereja. Namun disana, ia masih diliputi oleh ketakutan yang luar biasa.
“Saya takut mati saat itu. Kalau saya mati gimana? Itu yang saya katakan dalam hati saya. Saya takut mati karena saya banyak dosa, selain itu saya belum bisa memberikan yang terbaik untuk istri dan anak-anak saya. Kalau saya mati saya masuk neraka, saya tidak punya pegangan.”
“Hamba Tuhan itu memanggil: ‘Siapa yang mau didoakan?’ Saya ngga ada niat untuk didoakan, tapi kaki saya melangkah ke depan. Setelah itu saya didoakan. Saat itu saya merasakan sukacita itu sangat penuh dalam hidup saya. Selama saya hidup, saya ngga pernah merasakan sukacita, ngga pernah saya senang. Saat itu saya tahu Tuhan sayang sama saya. Tuhan itu mencintai saya, dan saya mengambil keputusan untuk menyerahkan hidup saya pada Tuhan.”
Sejak perjumpaan pribadi dengan Tuhan itu, Handri menjadi pribadi yang berbeda. Kini ia menjadi seorang suami yang penuh kasih pada istrinya dan juga anak-anaknya. Kesuksesan pun ia dapatkan ketika ia mendapatkan pengenalan yang benar tentang siapa Tuhan dan Juru Selamatnya, yaitu Yesus Kristus.
“Hidup saya berubah, karena saya tahu Yesus adalah Tuhan, Yesus adalah Raja. Saya mau melayani Tuhan seumur hidup saya, dan saya tidak mau tinggalkan Dia karena Dia tidak pernah tinggalkan saya,” jelas Handri. (Kisah ini ditayangkan 16 Juni 2011 dalam acara Solusi di O’Channel).

Tak Diperhatikan Orang Tua, Duma Riris Simpan Dendam


Anda mungkin pernah mendengar nama Duma Riris Silalahi. Ia adalah  wakil dari Sumatera Utara dalam ajang Puteri Indonesia 2007. Pada ajang ini, wanita yang akrab dipanggil Duma ini menyabet gelar Runner Up 1 Putri Indonesia 2007. Wanita kelahiran Balige, 20 September 1983 tersebut adalah anak ketiga dari enam bersaudara, dan menjadi anak tengah ternyata memiliki derita tersendiri baginya.
“Anak tengah itu biasanya tidak diperhatikan,” tutur Duma kepada Solusi Life. “Mungkin yang paling diperhatikan itu anak pertama atau akhir. Tapi ngga bisa disalahin juga, karena kita enam bersaudara, jadi mungkin mereka ngga bisa ngebagi kasih sayang mereka sama. Walaupun kalau ditanya mereka akan menjawab, ‘Sama kok, kita sayang semuanya.’ Cuman yang aku rasain itu sebagai anak tengah kurang diperhatikan. Sampai belajar membaca saja, mama atau papa ngga pernah ngajarin, tapi bisa sendiri. Positifnya aku jadi anak yang mandiri. Kalau adik aku harus diajarin, aku mengerjakan PR sesusah apapun, kalau aku masih bisa sendiri, aku ngga akan minta tolong.”
Selain kurang diperhatikan, yang lebih menyakitkan lagi bagi Duma, ia merasa dibedakan dari kakak-kakaknya.
“Kadang dibedain dengan kakakku yang paling besar, Mungkin dia dibelikan dua baju, aku cuma satu. Atau aku turunan dari dia, misalnya dia udah gede, terus bajunya dikasih ke aku. Dia dibelikan yang baru. Yang kayak gitu, sebagai anak kecil akan kritis. Pada saat itu aku berpikir, ‘Kok mama-papa kaya gitu sih? Aku dikasih yang sisa-sisa… Kenapa sih aku ngga diperhatiin? Kenapa sih kalau pembagian sesuatu aku selalu yang paling sedikit..?’ Hal itu menimbulkan dendam aja sama orang tua aku. Benci banget, sampe itu yang diinget terus sama aku. Kadang-kadang aku nangis diem-diem, walaupun sebenernya aku masih sayang sama mereka.”
Rasa sakit hati ini dirasakan Duma sejak ia masih kecil hingga bertumbuh remaja. Tapi suatu hari, saat Duma duduk di bangku SMA langkahnya menuntun dirinya kepada sebuah perubahan hidup.
“Saat itu aku SMA dan ketemu dengan sebuah persekutuan. Aku minta ijin sama orangtua kalau aku mau ikutan disitu. Waktu itu kebaktiannya setiap hari Jumat. Saat itu aku suka dengan ayat yang berbunyi, ‘Serahkanlah segala kekuatiranmu, sebab Dia yang memelihara kamu.’ Setiap kali aku kuatir tidak dikasih yang sepantasnya, aku cuma mikir kalau aku punya Tuhan. Di SMA ini aku bisa benar-benar ngga dendam lagi. Aku juga benar-benar minta maaf sama Tuhan. Begitu aku mulai hidup baru aku, aku sudah ngga dendam lagi. Benar-benar ajaib, aku ngga benci lagi tapi malah sayang. Dari biasanya aku nuntut, ‘Bajunya beliin juga dong..!’ Hati aku jadi lapang gitu, ‘Udah, ngga apa-apa sama kakak aja.’ Itu ngga pura-pura, tapi benar-benar datang dari hati.”
Apa sebenarnya yang menjadi dasar perubahan sikap hati Duma ini?
“Disitu (persekutuan) aku benar-benar ngerti kalau orang Kristen itu harus menerima Yesus secara pribadi. Kalau dulu aku Kristen, ya Kristen.. Dan aku ngga tahu Kristen itu apa sih sebenarnya. Untuk masuk sorga itu sebenarnya harus gimana sih? Itu ngga pernah diajarin. Disitu (persekutuan) aku bertumbuh. Aku jadi orang yang lebih baik. Pribadinya juga lebih baik, sehingga bisa mengampuni dan hidupku jadi lebih bahagia serta lebih bersyukur,” demikian Duma menutup kesaksiannya. (Kisah ini sudah ditayangkan 28 Desember 2010 dalam acara Solusi Life di O’Channel)